Ketika Norma Bertabrakan dengan Keberagaman Gender





Menolak LGBT: Antara Keteguhan Norma dan Tantangan Zaman


Di tengah derasnya arus globalisasi dan pengaruh budaya luar, masyarakat Indonesia dihadapkan pada berbagai perubahan sosial yang menantang nilai-nilai dasar bangsa. Salah satunya adalah isu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai agama, adat, dan norma hukum, Indonesia memiliki posisi yang tegas dan jelas dalam menyikapi fenomena ini.


Perspektif Hukum: Landasan Legalitas yang Jelas


Hukum positif di Indonesia belum dan tidak mengakui keberadaan hubungan sesama jenis maupun pengakuan identitas gender yang bertentangan dengan jenis kelamin biologis. Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa pernikahan hanya sah apabila dilakukan antara seorang pria dan seorang wanita. Begitu pula dalam berbagai dokumen hukum administrasi, tidak ada ruang untuk pengakuan status transgender atau non-biner dalam identitas resmi negara.


Meskipun orientasi seksual secara eksplisit tidak dikriminalisasi, negara tetap berhak dan wajib menjaga ketertiban umum dan moralitas publik. Maka dari itu, penolakan terhadap LGBT di ruang publik bukan bentuk pelanggaran hak, melainkan upaya menjaga nilai sosial yang telah dipegang teguh oleh bangsa ini sejak lama.


Perspektif Agama: Tegas Menolak Perilaku Menyimpang


Seluruh agama besar di Indonesia, baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, hingga Konghucu, pada prinsipnya menolak praktik homoseksualitas maupun pergantian identitas gender. Dalam Islam, yang dianut mayoritas penduduk Indonesia, perbuatan homoseksual dianggap sebagai perbuatan yang menyimpang dan berdosa. Dalil-dalil dari Al-Qur’an maupun hadits secara jelas menunjukkan bahwa perbuatan ini bertentangan dengan fitrah penciptaan manusia.


Pandangan serupa juga dipegang oleh otoritas agama-agama lain di Indonesia. Maka, dari sudut pandang iman, tidak ada kompromi terhadap perilaku LGBT. Menolak LGBT bukan hanya hak, tapi juga kewajiban moral dan spiritual bagi umat beragama.


Perspektif Budaya Lokal: Bertentangan dengan Akar Tradisi


Budaya lokal Indonesia menjunjung tinggi kehormatan, kesopanan, dan keseimbangan peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Konsep keluarga tradisional yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak masih menjadi inti dari kehidupan sosial di desa hingga kota. LGBT tidak memiliki tempat dalam struktur adat yang menghormati peran kodrati masing-masing jenis kelamin.


Beberapa komunitas adat bahkan secara tegas melarang dan menolak keberadaan perilaku LGBT karena dianggap merusak tatanan sosial dan nilai luhur masyarakat. Ini menandakan bahwa penolakan terhadap LGBT bukan semata-mata karena pengaruh agama, tapi juga karena tidak sesuai dengan identitas budaya bangsa.


Menolak Bukan Membenci


Menolak LGBT adalah bagian dari mempertahankan jati diri bangsa Indonesia yang religius, bermoral, dan berbudaya. Namun, penolakan ini tidak harus diwujudkan dengan kekerasan atau persekusi. Sikap tegas tetap bisa disampaikan dengan cara yang santun dan berlandaskan hukum.


Indonesia tidak membutuhkan normalisasi perilaku menyimpang atas nama kebebasan. Apa yang tidak sesuai dengan nilai agama, hukum, dan budaya lokal, patut untuk ditolak secara kolektif. Menjaga moral bangsa adalah tanggung jawab bersama, terutama di era di mana batas antara kebebasan dan penyimpangan semakin kabur.


Posting Komentar

0 Komentar